Ada sebuah bait syair yang begitu unch dari seorang pembesar dalam dunia syair yang bernama Abu Tamam ath-Thoi. Sudah begitu banyak kitab-kitab yang menukil kalam sang pendekar syair ini. Beliau pernah bilang begini :
نَقِّلْ فُؤادَكَ حَيثُ شِئتَ مِن الهَوى — مالحُبُّ إلاّ للحَبيبِ الأوَّلِ
كَمْ مَنزِلٍ في الأرضِ يألفُهُ الفَتى — وحَنينُهُ أبداً لأوَّلِ مَنزِلِ
Cintailah siapa saja yang kamu sukai
Tapi cinta pertama itu lah cinta yang sejati
Betapa banyak rumah yang pernah ia singgahi
Namun hanya yang pertama sajalah yang ia selalu nanti.
Kenapa cinta pertama itu sangat spesial mungkin jawabannya ada di bait syair seseorang yang bernama si Majnun Bani Amir :
أتاني هواها قبل أن أعرف الهوى … فصادف قلبا خاليا فتمكّنا
Datang kepadaku cintanya sebelum ku mengenal apa itu cinta
Maka masuklah cintanya kedalam hatiku lalu lalu bersatulah
Makanya bisa jadi salah satu alasan Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasallam enggan menduakan Ibunda Khadijah, karena sang istri merupakan cinta pertamanya.
“Aku diberikan karunia untuk mencintainya”.
Kata sang Nabi ketika Ibunda Aisyah cemburu dan mengeluarkan kata-kata yang kurang pas tentang Bunda Khadijah.
Maka beruntunglah bagi dia yang bisa membawa cinta pertamanya ke arah yang lebih selanjutnya. Bahkan boleh jadi bisa dibawa ke alam setelah dunia ini.
Tapi jika memang keadaan tidaklah seindah demikian maka jawabannya ada di bait syair berikut :
دَع حُبَّ أوَّلِ مَن كُلِّفتَ بِحُبِهِ — ما الحبُّ إلا للحَبيبِ االآخِرِ
ما قَد تَولّى لا إرجاعَ لِطِيبِهِ — هَل غائِبُ اللذاتِ مِثلُ الحاضرِ؟
Tinggalkan cinta pertamamu yang sangat membebani
Cinta yang terakhir itu adalah cinta sejati
Apa yang telah berlalu tidak mungkin kembali
Apakah sama yang terlalu berlalu dengan kini yang sedang menemani